Jumat, 16 Januari 2015

Nasi megono khas Pekalongan





Tidak salah jika kali ini saya mem-posting sebuah artikel kuliner khas kota kelahiran saya yaitu kota batik Pekalongan,karena saya akan sangat berdosa sekali jika tidak menyebarkan informasi kuliner warisan nenek moyang sendiri yang takutnya nanti juga akan ikut dicuri atau diklaim sebagai kekayaan budaya oleh negara jiran seberang kita, seperti pada kasus batik yang juga sempat diklaim oleh mereka.  heheheee,,,,
 
Bagi yang bukan asli pekalongan mungkin belum pernah mendengar nama sego atau nasi megono ini, tidak usah khawatir saudara-saudara akan saya jelaskan pada posting saya kali ini, Sego atau nasi megono adalah nasi putih liwet ditambah dengan toping spesial yaitu megono, megono sendiri adalah semacam urapan yang terbuat dari nangka muda dicampur dengan bumbu-bumbu  khas warisan nenek moyang.
 
 
Sebenarnya jarum jam hampir menunjukan angka tujuh, tapi cuaca pagi di Pekalongan sepertinya masih terasa pagi. Sang mentari rada kesulitan menebar lepas cahayanya karena terhalang awan pagi pegunungan.
Saat sedang menikmati sruputan secangkir kopi, pandangan saya terpancing menoleh ke luar rumah karena melihat ibu-ibu pada ngumpul di rumah seorang warga, saya pikir ada masalah di rumah tersebut,ehhh,,ternyata mereka lagi pada ngantri untuk mendapatkan menu sarapan pagi.
Nasi megono,ya itu nama makanan yang di rebutkan,, 
Menu sarapan pagi nasi megono sepertinya sudah menjadi bagian keseharian warga masyarakat Pekalongan. Mereka layak membanggakan hal itu. Ungkapan yang pas untuk menggambarkan suasana ini adalah : “Serasa belum sarapan kalau belum menyantap nasi megono”, atau lebih ekstrim lagi dikatakan “tiada hari tanpa nasi megono”. hehe,, 

Menu yang hampir sama racikannya sebenarnya juga ada di daerah Wonosobo dan Temanggung, meski agak beda komponen produknya.
Penjual nasi megono banyak dijumpai di pinggir atau sudut-sudut kota Pekalongan setiap pagi dan malam hari. Para pegawai, pelajar, buruh dan umumnya masyarakat Pekalongan pun bisa membekali perutnya sebelum pergi meninggalkan rumah dengan praktis dan berbiaya murah. Sebungkus nasi megono yang dibungkus daun pisang seadanya bisa diperoleh dengan seharga Rp 1000,- sampai Rp 2000,- tergantung takaran dan menu tambahannya.
Citarasa masakan setiap orang pasti tidak sama meskipun racikan bumbunya sama, maka biasanya setiap orang sudah memiliki bakul favoritnya masing-masing. Masakan nasi megono De Karmi menurut saya lebih pas di lidah. ( De pangilan untuk orang tua di desa kami).
 
Secangkir Kopi yang belum sempat saya habiskan segera saya tinggalkan, lalu gantian membedah bungkusan nasi megono bikinan De Karmi. Sepiring tempe Mendoan yang masih panas kemebul pun menemani sarapan pagi dengan nasi megono. Hemmm,,bener-bener Maknyusss tenan,,,,Nasi megono yang masih hangat, sepertinya pas benar dilahap sebagai sarapan pagi di kala udara Pekalongan yang masih dingin.  
Sebungkus nasi megono yang masih kemebul benar-benar membangkitkan selera makan saya,,
Sebuah sarapan pagi yang sungguh nikmat dan Sebuah tradisi sarapan pagi yang perlu dipertahankan.
 
Karena itu, sebaiknya jangan lewatkan menikmati nasi megono jika sempat mampir di kota Pekalongan,,,
 
Selamat mencoba dan salam damai dari kami,,,